Buku “Studying the Qur’an in the Muslim Academy” karya Majid Daneshgar mengeksplorasi secara mendalam bagaimana Al-Qur’an dipelajari dan diajarkan di lingkungan akademik Muslim. Buku ini mengungkap adanya fenomena yang disebut “Islamic Apologetics” di dunia akademis Muslim, yaitu sebuah pendekatan yang cenderung melindungi Islam dari pemikiran kritis dan lebih berorientasi pada pembelaan identitas ketimbang analisis akademis yang objektif.
“Islamic Apologetics refers to ‘a set of entrenched scholarly approaches and practices within the worldwide Muslim academy that effectively shield Muslims from critical thinking about Islam and the Qur’an.'”
Majid Daneshgar
Daneshgar memaparkan bagaimana politik, nasionalisme, dan sektarianisme (terutama perpecahan Sunni-Syiah) telah membentuk cara Al-Qur’an dipelajari di banyak institusi akademik Muslim. Ia mengungkap adanya upaya untuk melindungi identitas Islam dari kritik dan pemikiran yang dianggap “asing” atau “Barat”.
Dalam hal ini, Daneshgar mengkritik kecenderungan untuk mengabaikan atau menolak karya-karya sarjana Barat yang mempelajari Islam dan Al-Qur’an dengan pendekatan kritis dan historis. Ia menyoroti bagaimana karya-karya sarjana seperti John Wansbrough, Andrew Rippin, dan David Powers seringkali diabaikan atau bahkan dikecam di banyak akademi Muslim.
Salah satu fokus utama buku ini adalah dampak pemikiran Edward Said tentang Orientalisme di dunia Muslim. Daneshgar menganalisis bagaimana gagasan Said tentang bias dan distorsi Barat terhadap dunia Timur telah memicu reaksi defensif di kalangan Muslim, yang cenderung mencurigai dan menolak studi-studi Barat tentang Islam dan Al-Qur’an.
Dalam buku ini, Daneshgar juga memetakan penerimaan yang beragam terhadap karya-karya sarjana Barat seperti Rippin di berbagai negara Muslim seperti Arab Saudi, Iran, Turki, Malaysia, dan Indonesia. Ia mengungkap bagaimana sebagian sarjana Muslim berusaha menerjemahkan dan menyebarkan karya-karya tersebut, sementara yang lain mengecam dan menolaknya.
Selain itu, Daneshgar juga mengeksplorasi bagaimana sektarianisme Sunni-Syiah telah membentuk cara Al-Qur’an dipelajari di masing-masing tradisi. Ia mengkritik kecenderungan untuk mengabaikan sumber-sumber dan tradisi dari sekte lain, sehingga menciptakan lingkungan yang terisolasi dan kurang terbuka terhadap keragaman pemikiran dalam Islam sendiri.
Dalam buku ini, Daneshgar juga menyoroti upaya sebagian sarjana Muslim untuk mempromosikan pendekatan yang lebih terbuka dan kritis dalam mempelajari Al-Qur’an, seperti yang dilakukan oleh Mehrdad Abbasi di Iran dan Yusuf Rahman di Indonesia. Namun, ia juga mengakui bahwa upaya-upaya ini masih terbatas dan seringkali menghadapi resistensi dari kalangan tradisionalis dan fundamentalis.
Salah satu kekuatan utama buku ini adalah penggunaan contoh-contoh konkret dan pengalaman pribadi Daneshgar sebagai akademisi yang telah mengajar di lingkungan Muslim yang beragam. Hal ini membuat argumennya menjadi lebih hidup dan meyakinkan.
Daneshgar juga mengeksplorasi bagaimana Muslim akademisi cenderung mengabaikan atau melecehkan sumber-sumber dan tradisi dari wilayah non-Arab/Persia seperti Asia Tenggara, Afrika, dan Asia Selatan. Ia menyoroti bahwa kecenderungan ini telah menciptakan isolasi budaya dan kurangnya apresiasi terhadap keragaman dalam dunia Muslim itu sendiri.
Secara keseluruhan, buku ini menawarkan kritik yang tajam terhadap apa yang disebut Daneshgar sebagai “Islamic Apologetics” di lingkungan akademi Muslim. Ia menyerukan perlunya pendekatan yang lebih terbuka, kritis, dan apresiatif terhadap keragaman budaya dan intelektual dalam mempelajari Al-Qur’an dan Islam.
Namun, Daneshgar juga mengakui adanya usaha-usaha positif dari sebagian sarjana Muslim untuk membuka diri terhadap pendekatan-pendekatan baru dan berupaya menghubungkan studi Islam dengan disiplin ilmu lain seperti sains dan teknologi.
Dalam buku ini, Daneshgar tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga menawarkan solusi dan rekomendasi untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam studi Al-Qur’an di dunia Muslim. Salah satunya adalah dengan mendorong saling pengertian dan apresiasi terhadap keragaman budaya dan intelektual, baik di dalam maupun di luar dunia Muslim.
Secara keseluruhan, “Studying the Qur’an in the Muslim Academy” merupakan karya penting yang menyoroti tantangan dan hambatan dalam studi Al-Qur’an di lingkungan akademik Muslim kontemporer. Buku ini menawarkan kritik yang tajam sekaligus usulan solusi yang konstruktif untuk mempromosikan pendekatan yang lebih terbuka, kritis, dan beragam dalam memahami kitab suci umat Islam.
Catatan Resensi:
“Studying the Qur’an in the Muslim Academy” merupakan karya penting yang mengungkap problematika dalam studi Al-Qur’an di dunia akademis Muslim. Daneshgar, dengan pengalamannya mengajar di Iran, Malaysia, dan Selandia Baru, menawarkan perspektif unik dan kritis terhadap fenomena Islamic Apologetics.
Salah satu kekuatan utama buku ini adalah kemampuannya untuk memetakan lanskap intelektual Muslim kontemporer dengan detail dan nuansa yang kaya. Daneshgar tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga menelusuri akar sejarah, politik, dan budayanya secara mendalam.
Analisis Daneshgar terhadap pengaruh sektarianisme Sunni-Syiah dan nasionalisme dalam studi Al-Qur’an sangat mencerahkan. Ia mengungkap bagaimana kesetiaan sektarian dan agenda politik seringkali mengalahkan upaya akademis yang objektif, sehingga menciptakan lingkungan yang cenderung menolak pendekatan kritis dan memarjinalkan pemikiran yang dianggap “asing”.
Walaupun demikian, buku ini juga menunjukkan adanya usaha dari beberapa sarjana Muslim untuk membuka diri terhadap pendekatan Barat dan mempromosikan studi Al-Qur’an yang lebih terbuka. Daneshgar menyoroti upaya penerjemahan dan penyebaran karya-karya sarjana Barat di beberapa negara, meskipun hal itu masih terbatas.
Gaya penulisan Daneshgar cukup akademis namun tetap mudah diakses oleh pembaca awam. Ia menggunakan contoh-contoh konkret dan pengalaman pribadi untuk memperkuat argumennya, sehingga membuat buku ini menjadi lebih hidup dan menarik untuk dibaca.
Secara keseluruhan, “Studying the Qur’an in the Muslim Academy” adalah karya penting yang memberikan wawasan berharga tentang dinamika intelektual dalam studi Al-Qur’an di dunia Muslim kontemporer. Buku ini merupakan kritik yang tajam terhadap Islamic Apologetics dan seruan untuk membuka pintu bagi pendekatan yang lebih terbuka, kritis, dan beragam dalam memahami kitab suci umat Islam.
Umum suka atau tidak dengan argumen Daneshgar, buku ini pasti akan memprovokasi diskusi dan perdebatan yang sehat tentang masa depan studi Al-Qur’an di dunia Muslim. Karya ini sangat direkomendasikan bagi siapa pun yang tertarik pada isu-isu terkait studi Islam, Al-Qur’an, dan dinamika intelektual dalam dunia Muslim kontemporer.