Dalam dunia akademik di perguruan tinggi Indonesia, publikasi artikel jurnal menjadi salah satu syarat utama bagi seorang dosen atau peneliti untuk dapat naik pangkat atau jabatan akademik. Tuntutan ini semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dan penelitian di Indonesia.
Menurut Prof. Djohar Masduki, pengamat pendidikan nasional,
“Publikasi artikel jurnal telah menjadi standar yang diterima secara global dalam mengukur kinerja dan produktivitas akademik. Namun, di Indonesia, kita masih perlu mendorong peningkatan kualitas publikasi, bukan hanya kuantitasnya.”
Djohar Masduki
Bagi seorang dosen, kenaikan pangkat akademik dari asisten ahli menjadi lektor, kemudian lektor kepala, dan akhirnya guru besar, sangat bergantung pada jumlah dan kualitas publikasi artikel jurnal yang dimilikinya. Semakin banyak artikel yang dipublikasikan di jurnal-jurnal bereputasi, semakin besar peluang seorang dosen untuk dapat naik pangkat.
“Publikasi artikel jurnal di jurnal-jurnal terkemuka merupakan indikator penting bagi seorang akademisi untuk menunjukkan kontribusinya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,”
Philip G. Altbach, Direktur Pusat Studi Pendidikan Tinggi Internasional di Boston College.
Namun, tuntutan publikasi artikel jurnal ini tidak hanya sekedar jumlah. Kualitas artikel dan jurnal tempat publikasi juga menjadi faktor penting yang dipertimbangkan. Artikel-artikel yang dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional bereputasi tinggi, seperti jurnal-jurnal terindeks Scopus atau Web of Science, akan memberikan nilai yang lebih tinggi dalam penilaian kenaikan pangkat.
Bagi seorang peneliti di perguruan tinggi, publikasi artikel jurnal menjadi tolok ukur utama dalam menilai produktivitas dan kualitas penelitiannya. Semakin banyak artikel yang dipublikasikan di jurnal-jurnal berkualitas, semakin besar peluang peneliti tersebut untuk mendapatkan hibah penelitian, posisi akademik yang lebih tinggi, atau bahkan penghargaan dalam bidang penelitiannya.
Terlepas dari semangat dan antusias para akademisi untuk berlomba-lomba memperbanyak karya publikasi ilmiah, penting bagi mereka untuk tidak memilih “jalan pintas” hanya karena semangat mengejar karir kenaikan jabatan fungsional. Sejalah dengan hal itu, Prof. Bambang Sumintono, Wakil Direktur Eksekutif Organisasi Kerjasama Pendidikan Tinggi Asia Tenggara (ASEAN University Network), berpesan;
“Namun, kita juga harus waspada terhadap potensi terjadinya praktik-praktik tidak etis seperti plagiarisme atau fabrikasi data dalam publikasi artikel jurnal,”
Bambang Sumintono
Rachmat Kriyantono, pengamat publikasi karya ilmiah juga menambahkan;
“Publikasi artikel jurnal memang menjadi salah satu tolok ukur utama dalam menilai kredibilitas seorang akademisi. Namun, kita harus berhati-hati dengan praktik-praktik yang dapat merusak integritas akademik.”
Rachmat Kriyantono
Oleh karena itu, berikut beberapa modus yang perlu dihindari oleh para akademisi:
Pertama, hindari praktik jual beli artikel jurnal. Beberapa penerbit jurnal meminta biaya yang tidak sedikit untuk mempublikasikan sebuah artikel, sehingga muncul bisnis penjualan artikel jurnal yang telah ditulis oleh pihak lain. “Praktik jual beli artikel jurnal ini sangat disayangkan karena dapat merusak kualitas dan kredibilitas publikasi ilmiah,” kata Kriyantono.
Kedua, hindari plagiarisme atau penggunaan karya orang lain tanpa mencantumkan sumber yang benar. Tekanan untuk terus mempublikasikan artikel dapat mendorong beberapa pihak untuk melakukan plagiarisme, baik sebagian maupun seluruhnya. Hal ini tentu merusak integritas akademik dan merugikan pihak-pihak yang karyanya dicuri.
Ketiga, hindari praktik pemalsuan data atau hasil penelitian dalam artikel jurnal. “Pemalsuan data dalam publikasi ilmiah merupakan pelanggaran etika yang sangat serius dan dapat menghancurkan kredibilitas seorang peneliti,” tegas Kriyantono.
Keempat, hindari jurnal-jurnal predator yang menawarkan publikasi cepat dengan biaya yang tinggi, namun tidak menerapkan proses peer-review yang ketat dan standar kualitas yang baik. “Jurnal-jurnal predator ini dapat menyebabkan penyebaran informasi yang tidak akurat dan berkualitas rendah dalam dunia akademik,” lanjut Kriyantono.
Sebagai langkah preventif terhadap kemungkinan munculnya masalah-masalah tersebut, perguruan tinggi perlu menerapkan kebijakan yang tegas dalam hal publikasi artikel jurnal. Selain itu, perlu adanya sosialisasi dan penguatan etika akademik sejak dini, serta penerapan sistem reward and punishment yang jelas bagi para pelanggar. Dengan demikian, integritas akademik dapat terjaga, dan publikasi artikel jurnal dapat benar-benar menjadi sarana untuk menyebarluaskan temuan dan karya ilmiah yang berkualitas.